ijazah palsu jokowi
media-independen.com – Jakarta, 25 Juli 2025 — Mantan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, kembali menjadi sorotan publik usai mengeluarkan pernyataan mengejutkan terkait polemik ijazah palsu yang selama ini menyerangnya. Dalam sebuah kesempatan, Jokowi menyatakan bahwa ada sosok “orang besar” yang berada di balik isu tersebut.
“Feeling saya mengatakan ada agenda besar politik dalam tuduhan ijazah palsu maupun pemakzulan. Artinya memang ada orang besar, ada yang mem-back up,” ujar Jokowi dalam wawancara terbuka dengan wartawan di Solo, Jawa Tengah, pada Kamis (24/7/2025).
Pernyataan ini pun langsung menyita perhatian publik dan media. Muncul berbagai spekulasi terkait siapa sebenarnya sosok yang dimaksud sebagai “orang besar” oleh mantan orang nomor satu di Indonesia tersebut.
Isu Lama yang Muncul Kembali
Isu mengenai ijazah palsu yang dialamatkan kepada Jokowi sebenarnya bukan hal baru. Sejak menjabat sebagai presiden, beberapa pihak sempat mempertanyakan keaslian ijazah sarjana Jokowi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yang dikeluarkan pada tahun 1985 dari Fakultas Kehutanan.
Namun, isu ini kembali mencuat pada awal tahun 2025, setelah seorang mantan dosen bernama Rismon Hasiholan Sianipar dan pakar telematika Roy Suryo mengungkapkan dugaan ketidaksesuaian elemen dalam dokumen ijazah tersebut. Mereka menilai terdapat kejanggalan pada jenis huruf, tanda tangan, hingga nomor ijazah yang dianggap tidak sesuai dengan format yang berlaku pada era 1980-an.
Dugaan ini kemudian berujung pada pelaporan ke aparat penegak hukum. Rismon dan tim kuasa hukumnya menuntut agar aparat menyelidiki keaslian ijazah Jokowi, dan jika terbukti palsu, meminta agar dilakukan pemakzulan terhadap pihak yang dianggap tidak memenuhi syarat konstitusional sebagai presiden.
Klarifikasi dan Sikap Resmi UGM

Menanggapi tuduhan tersebut, pihak Universitas Gadjah Mada melalui Wakil Rektor Bidang Akademik menyatakan bahwa ijazah Jokowi adalah asli. Mereka menegaskan bahwa semua arsip akademik dan data kelulusan Jokowi tercatat secara sah di sistem administrasi kampus.
“Bapak Joko Widodo adalah alumni Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 dan lulus pada tahun 1985. Semua dokumen administratif beliau ada dan otentik,” demikian pernyataan resmi dari UGM dalam konferensi pers pada bulan Maret 2025.
Pernyataan ini kemudian diperkuat oleh hasil penyelidikan dari Bareskrim Polri. Pada 22 Mei 2025, Bareskrim secara resmi menyatakan bahwa tidak ditemukan unsur pidana dalam dokumen ijazah tersebut. Pemeriksaan telah dilakukan secara menyeluruh, termasuk pengecekan ke pihak kampus dan kementerian terkait.
Pernyataan Jokowi: Ada Kepentingan Politik Besar
Meski secara hukum kasus tersebut dinyatakan selesai, Jokowi justru menganggap bahwa polemik ini bukan semata-mata soal ijazah, tetapi bagian dari agenda politik besar yang lebih luas. Ia menyatakan bahwa upaya untuk menggiring opini publik agar meragukan dirinya merupakan bagian dari strategi politik tertentu.
“Kalau saya lihat, ini bukan hanya soal ijazah. Ini sudah masuk ke wilayah politik. Karena itu feeling saya mengatakan ada orang besar yang memback-up. Semua juga sudah tahu siapa,” ujar Jokowi di hadapan jurnalis.
Saat ditanya lebih lanjut mengenai siapa tokoh yang dimaksud, Jokowi tidak menyebutkan nama secara eksplisit. Namun, kalimat “semua sudah tahu” yang ia sampaikan menyiratkan bahwa dirinya yakin publik dapat menebak sendiri siapa yang dimaksud.
Pernyataan Jokowi ini menimbulkan berbagai spekulasi, terutama di kalangan pengamat politik. Ada yang menilai pernyataan itu merupakan bentuk sinyal politik kepada lawan-lawan tertentu, sementara sebagian lainnya menganggapnya sebagai bentuk pertahanan diri terhadap serangan beruntun yang mengarah padanya maupun keluarga politiknya.
Hubungan dengan Isu Pemakzulan
Tidak hanya soal ijazah, Jokowi juga mengaitkan serangan tersebut dengan upaya pemakzulan terhadap Gibran Rakabuming Raka, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden. Isu pemakzulan Gibran mencuat setelah Mahkamah Konstitusi pada 2023 mengubah syarat usia calon presiden dan wakil presiden, yang kemudian memungkinkan Gibran maju dalam Pilpres 2024.
Banyak pihak menilai bahwa perubahan itu sarat dengan konflik kepentingan, mengingat Ketua MK saat itu adalah adik ipar Jokowi. Kondisi tersebut memunculkan narasi soal “dinasti politik” yang selama ini ditolak secara keras oleh Jokowi.
Dalam konteks ini, Jokowi menyatakan bahwa serangan politik terhadap dirinya dan Gibran tidak datang dari rakyat, tetapi dari kekuatan elite politik tertentu yang ingin mengganggu stabilitas pemerintahan.
Reaksi Publik dan Pengamat
Pernyataan Jokowi tentang adanya “orang besar” yang berada di balik isu ijazah palsu menuai tanggapan beragam. Di media sosial, sejumlah pengguna mengungkapkan dukungannya terhadap Jokowi, menyatakan bahwa serangan semacam itu hanya akan menggerus kepercayaan publik terhadap demokrasi.
Di sisi lain, tidak sedikit pula yang meminta agar Jokowi membuka identitas sosok yang dimaksud, agar tidak menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat. Beberapa politisi oposan juga mempertanyakan motif dari pernyataan Jokowi yang dianggap “menyudutkan pihak yang tidak jelas”.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Bima Arya, menilai bahwa pernyataan Jokowi adalah bentuk komunikasi politik strategis. Menurutnya, Jokowi ingin memberi sinyal bahwa dirinya masih memiliki kekuatan dan dukungan, sekaligus memperingatkan pihak-pihak yang selama ini bergerak di balik layar.
Media dan Framing Narasi
Sejumlah media nasional menyoroti pernyataan Jokowi sebagai bagian dari narasi besar yang dibangun pasca Pilpres 2024. Banyak media mengaitkannya dengan upaya pembentukan opini publik menjelang Pilkada 2024 dan konsolidasi kekuatan politik di parlemen.
Framing yang muncul adalah bahwa Jokowi tidak ingin melepaskan kontrol sepenuhnya dari peta kekuasaan nasional, meski ia telah tidak lagi menjabat sebagai presiden. Keterlibatan anak-anaknya di panggung politik semakin memperkuat dugaan tersebut.
Pernyataan Jokowi tentang adanya “orang besar” di balik polemik ijazah palsu memperpanjang daftar kontroversi politik pasca kepemimpinannya. Meskipun pihak kampus dan kepolisian telah menegaskan bahwa dokumen tersebut sah dan tidak bermasalah secara hukum, isu ini tetap dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk menggulirkan narasi politik tertentu.
Apakah benar ada tokoh besar di balik isu ini? Ataukah ini hanya bentuk pertahanan politik dari seorang tokoh yang merasa terus diserang? Waktu dan dinamika politik nasional ke depan akan menjawabnya.
Yang jelas, publik kini dihadapkan pada pertarungan narasi yang tak hanya berkutat pada fakta hukum, tapi juga pada kepentingan politik yang lebih besar di baliknya.
