Ada Penyelundupan Hukum di PKPU Nomor 8 Tahun 2024 Yang Bertentangan Dengan Keputusan MK

Bengkulu, Media Independen – Usai melalui proses panjang pasca putusan MK tentang masa jabatan Kepala Daerah, akhirnya KPU RI mengeluarkan PKPU Nomor 8 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

PKPU tersebut dinilai telah mengangkangi keputusan MK, hal tesebut ada di pasal 19 point e, yang secara tegas menjelaskan bahwa masa jabatan itu dihitung setelah pelantikan Kepala Daerah.

Disampaikan Ketua Tim Kuasa Hukum Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Helmi – Mian, Agustan Rahman, SH., M.APS ada penyelundupan hukum dalam PKPU nomor 8 tahun 2024 tersebut.

“Dengan adanya penyelundupan hukum tersebut, kita meyakini Mahkamah Konstitusi pasti akan menghukum dengan keras pihak yang membuang Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023 ke kotak sampah,” tegas Agustam.

Padahal sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat, Ketua KPU Hasyim As’ari dengan jelas menyampaikan bahwa KPU akan mengikuti secara utuh apa yang diputuskan oleh MK, “jadi misal ada pasangan Kepala Daerah, Kepala Daerahnya katakanlah terkena masalah hukum kemudian yang setelah statusnya sebagai terdakwa dinonaktifkan atau diberhentikan sementara maka kemudian yang menjalankan tugas-tugas sebagai Kepala Daerah adalah Wakil Kepala Daerah tersebut sebagai apa istilahnya sebagai Penjabat Sementara atau sebagai Pelaksana Tugas maka begitu Wakil Kepala Daerah itu menjalankan tugas sebagai Bupati itu sudah masuk hitungan bahwa yang bersangkutan pernah menduduki jabatan sebagai Bupati atau Kepala Daerah. Demikian 3 hal isu strategis dalam Rancangan Peraturan KPU untuk pencalonan Kepala Daerah, terimakasih”. (Penjelasan Hasyim Asy’ari, Ketua KPU RI saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR RI tanggal 15-05-2024).

“Kesimpulan yang disampaikan oleh Hasyim Asy’ari itu dalam rangka menjalankan Putusan MK No 2/PUU-XXI/2023 yang secara tegas menyatakan: tidak ada pembedaan antara jabatan definitif maupun penjabat sementara (vide : halaman 50 Putusan aquo),” ungkap Agustam.

“Dengan demikian artinya jabatan PLT atau jabatan definitif ketika sudah 2,5 tahun maka sudah disebut satu periode masa jabatan,” sambungnya.

Edi Damansyah yang saat ini menjabat periode kedua sebagai Bupati Kutai Kartanegara periode 2021-2024, Pemohon dalam Perkara itu meminta MK tidak menghitung masa jabatannya sebagai PLT Bupati pada periode pertama 2016-2021 (dia menggantikan Bupati Rita Widyasari yang ditangkap KPK) sebagai bagian dari periode masa jabatan.

Tujuannya agar Edi Damansyah dapat maju lagi sebagai calon Bupati pada Pilkada 2024. Tapi MK menolak seluruh Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

Namun apa lacurnya kemudian? hari ini (03 Juli 2024) belum genap 50 hari sejak Hasyim Asy’ari menyampaikan kesimpulan di depan Komisi II DPR RI, publik dikejutkan dengan terbitnya Peraturan KPU Nomor 8 tahun 2024 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024.

Pada pasal 19 hurup e PKPU tersebut menyatakan ‘bahwa penghitungan masa jabatan dihitung sejak pelantikan’, artinya Edi Damansyah yang semula tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat sebagai Calon Bupati tahun 2024, dan hal tesebut juga menguntungkan Rohidin Mersyah yang berniat mencalon kembali sengaja Gubernur Bengkulu tahun 2024 karena pada periode pertama (2016-2021), pada tanggal 22 Juni 2017 karena statusnya sebagai Wakil Gubernur maka dia diangkat/ditunjuk (dan tidak ada pelantikan) menjadi PLT Gubernur Bengkulu oleh Mendagri (karena Riduan Mukti Gubernur Bengkulu ditangkap KPK).

Padahal jika dihitung sejak periode pertama Rohidin Mersyah sejak menjabat sebagai PLT Gubernur sampai 12 Februari 2021 sebagai Gubernur Definitif total dia menjabat selama 3 tahun 6 bulan 9 hari dan ini artinya pada periode pertama dia sudah menjabat lebih dari 2,5 tahun. ini artinya Rohidin tidak memenuhi syarat maju pada Pilkada 2024 karena Putusan MK bersifat erga omnes (mengikat semua orang secara hukum).

Kami sepakat dengan Ahli Hukum Tata Negara Prof. Juanda, SH,MH bahwa perdebatan soal hukum administrasi dan hukum tata negara sudah tuntas dengan Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023 yaitu masa jabatan sementara (PLT) Kepala Daerah dihitung sebagai periode masa jabatan.

Tapi bagi kami adanya realitas, bahwa terjadi penyelundupan hukum dengan memasukkan pasal 19 hurup e pada PKPU Pilkada 2024 yang membuka potensi Rohidin Mersyah dapat maju lagi untuk periode ke 3 pada Pilkada Gubernur 2024 dengan alasan dia sebagai PLT periode pertama tidak dilantik tapi hanya ditunjuk/diangkat oleh Mendagri menambah sisi gelap rusaknya demokrasi Indonesia dengan cara memanipulasi hukum secara brutal, ugal-ugalan, keji dan kotor.

Namun ditengah gelap gulitanya dunia hukum khususnya terkait Kepemiluan di Indonesia, diperparah dengan sosok Hasyim Asy’ari yang terus didera oleh banyaknya kasus dugaan asusila yang saat ini disidang oleh DKPP, kami masih melihat titik terang, bahwa siapapun pemenang Pilkada Gubernur-Wakil Gubernur pada sengketa Bengkulu 2024, muaranya nanti pada sengketa PHPU Pilkada 2024 MK pasti akan menghukum dengan keras mereka yang membuang Putusan MK Nomor 2 /PUU-XXI/2023 ke kotak sampah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *