Bumi Raflesia: Julukan Bersejarah yang Tak Boleh Dihilangkan

Catatan anak pedalaman Bengkulu

 

Media Independen, Bengkulu dikenal dengan julukan Bumi Raflesia, sebuah sebutan yang telah melekat di hati masyarakatnya sejak lama. Julukan ini bukan sekadar nama tanpa makna, tetapi memiliki akar sejarah yang kuat serta mencerminkan kebanggaan masyarakat Bengkulu terhadap warisan alam yang luar biasa.

Sejarah dan Makna di Balik Julukan “Bumi Raflesia”

Julukan ini berawal dari penemuan bunga raksasa Rafflesia arnoldii pada tahun 1818 di pedalaman Manna, Bengkulu Selatan. Bunga yang dikenal sebagai bunga terbesar di dunia ini pertama kali ditemukan oleh seorang naturalis Inggris yang saat itu memimpin ekspedisi, Sir Thomas Stamford Raffles, yang juga merupakan Gubernur Jenderal Inggris di Hindia Belanda. Penemuan ini menjadi momen penting dalam dunia botani, menarik perhatian ilmuwan dan pecinta alam di seluruh dunia. Untuk mengenang penemuan ini, bunga tersebut kemudian diberi nama Rafflesia arnoldii—mengabadikan nama penemunya serta seorang ahli botani, Joseph Arnold, yang turut berperan dalam penelitian bunga tersebut.

Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa julukan “Bumi Raflesia” bukanlah bentuk penghormatan terhadap Sir Thomas Stamford Raffles, melainkan merujuk pada bunga Rafflesia arnoldii itu sendiri. Bunga ini menjadi simbol identitas Bengkulu, karena hanya dapat ditemukan di hutan-hutan Sumatra, khususnya di Bengkulu.

Pengakuan Nasional terhadap Raflesia arnoldi

Pengakuan terhadap bunga ini tidak hanya terbatas di tingkat daerah, tetapi juga diakui oleh negara. Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 1993, Presiden Soeharto menetapkan Rafflesia arnoldi sebagai Bunga Nasional Indonesia. Ini merupakan bentuk apresiasi pemerintah terhadap keunikan dan keistimewaan bunga ini sebagai bagian dari kekayaan alam Nusantara.

Dengan ditetapkannya Rafflesia sebagai bunga nasional, seharusnya tidak ada alasan bagi siapa pun untuk merasa keberatan dengan penggunaan nama “Raflesia” dalam julukan daerah. Pemerintah Republik Indonesia sendiri telah mengakui keistimewaan bunga ini dan menjadikannya sebagai lambang nasional, sehingga tidak ada alasan untuk menganggap kata “Raflesia” sebagai sesuatu yang asing atau tidak pantas digunakan dalam identitas daerah.

Menghormati Sejarah dan Kearifan Lokal

Julukan Bumi Raflesia bukan hanya sekadar nama, tetapi telah menjadi bagian dari sejarah dan kearifan lokal masyarakat Bengkulu. Julukan ini mencerminkan identitas daerah serta menjadi kebanggaan bagi masyarakatnya. Menghilangkan atau menolak penggunaan nama ini sama saja dengan mengabaikan sejarah yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Bengkulu.

Seperti yang dikatakan oleh Presiden Soekarno, “Jas Merah—Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.” Sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya. Begitu pula dengan Bengkulu, yang harus tetap menjaga dan menghormati sejarahnya sendiri.

Karena itu, sudah sepatutnya semua pihak menghargai dan mempertahankan julukan “Bumi Raflesia” sebagai identitas yang melekat dalam masyarakat Bengkulu. Ini bukan hanya soal nama, tetapi tentang menjaga warisan budaya dan alam yang telah ada sejak lama. Raflesia bukan hanya sekadar bunga, tetapi juga simbol kebanggaan, sejarah, dan identitas Bengkulu yang harus tetap dihormati dan dilestarikan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *