Bengkulu, Media Independen – Bertindak arogan dan merasa kebal hukum, Forum Masyarakat Bumi Pekal (FMBP) berani memerintahkan masyarakat untuk menjarah TBS kelapa sawit milik PT. Agricinal di Kecamatan Puteri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara.
Direktur Keuangan PT. Agricinal, Daniel Manurung mengatakan, pihaknya mendapatkan laporan dari karyawan bahwa puluhan orang menjarah TBS kelapa sawit milik perusahaan. Sekelompok orang tersebut berani menjarah TBS kelapa sawit karena perintah langsung dari FMBP.
“Kami mendapatkan informasi bahwa sejak pagi, puluhan orang secara beramai-ramai menjarah TBS kelapa sawit di area HGU Afdeling VII perusahaan. Dari investigasi, diketahui aksi ini dilakukan atas perintah dari FMBP,” kata Daniel, Kamis 12 Desember 2024.
Aksi penjarahan TBS sawit dilakukan oleh puluhan warga, mereka mendatangi area perkebunan dengan membawa kendaraan untuk mengangkut hasil jarahan. Menurut saksi mata, aksi ini berlangsung selama beberapa jam tanpa bisa dicegah tim keamanan perusahaan karena kalah jumlah.
“Sebagai warga negara, kami sudah menjalankan hak kami dengan menginformasikan situasi ini kepada pihak berwajib, dan kami terus berkoordinasi dengan Polres Bengkulu Utara. Kami harap situasi liar ini bisa segera ditanggulangi agar situasi kembali kondusif,” tutupnya.
Tindakan penjarahan TBS kelapa sawit yang dilakukan masyarakat atas izin dari FMBP menuai kritik dari berbagai pihak. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Bengkulu, Jakfar menyayangkan langkah FMBP yang dinilai tidak sesuai dengan jalur hukum.
“Jika memang ada sengketa lahan, seharusnya diselesaikan melalui mediasi atau jalur hukum, bukan dengan tindakan yang merugikan salah satu pihak,” ujar Jakfar.
Penjarahan ini terjadi di tengah blokade akses PT Agricinal oleh FMBP yang sudah berlangsung sejak 6 November 2024. FMBP mengklaim bahwa sebagian wilayah perkebunan sawit yang saat ini dikelola PT Agricinal berada di luar HGU yang seharusnya menjadi hak masyarakat. Namun, perusahaan menegaskan bahwa lahan yang dikelola telah sah dimiliki berdasarkan izin HGU yang berlaku.
Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara pun telah berupaya untuk menengahi konflik ini. Puncaknya, tanggal 14 November 2024, PJS Bupati BU bersama Forkopimda, dengan didampingi BPN Kabupaten Bengkulu Utara dan Kanwil BPN Bengkulu, turun ke lapangan untuk pengambilan titik-titik lokasi yang dianggap FMBP berada di luar HGU. Hasilnya, tidak ditemukan kebun sawit yang dikelola perusahaan berada di luar HGU. Meski begitu, FMBP tetap melakukan blokade dan menuntut perusahaan memberikan tanah.