Kejaksaan Tinggi Bengkulu Ekspose Penyelesaian 5 Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif

Bengkulu, Media Independen – Kejaksaan Tinggi Bengkulu melalui Asisten Tindak Pidana Umum, Herwin Ardiono, S.H., M.H., bersama Koordinator dan Staf melakukan ekspose perkara yang diajukan untuk penyelesaian berdasarkan keadilan restoratif kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) dan jajaran secara virtual, Kamis, 22 Agustus 2024.

Ekspose ini merupakan bagian dari upaya Kejaksaan Tinggi Bengkulu untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan restoratif dalam penanganan perkara pidana.

Penyelesaian Perkara di Kejaksaan Negeri Seluma Tersangka bernama Bayu Aji Saputra Bin Masril Azhari, dan pasal yang disangkakan adalah Primair Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004, Subsidair Pasal 44 Ayat (4) UU RI Nomor 23 Tahun 2004.

Perkara ini diajukan untuk penyelesaian melalui keadilan restoratif dengan beberapa pertimbangan, antara lain:

“Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, Tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 5 tahun, selanjutnya Tersangka telah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, dan selanjutnya Korban memaafkan tersangka secara sukarela dan tanpa paksaan, Tersangka dan korban telah berdamai, di mana keduanya adalah suami istri, adapun Proses perdamaian dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, dengan RJ tersebut Masyarakat merespon positif,” sebutnya dalam rilis.

Penyelesaian Perkara di Kejaksaan Negeri Rejang Lebong, Tersangka bernama Sumarni Alias Sum Binti (Alm) Ali Ace, dan Pasal yang Disangkakan: Pasal 351 Ayat (1) KUHP.

Perkara ini disetujui untuk penyelesaian keadilan restoratif dengan alasan:

“Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan Tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan, selanjutnya Perdamaian antara tersangka dan korban telah dilakukan secara sukarela, dan Tersangka telah memberikan biaya perawatan kepada korban, serta Masyarakat dan tokoh setempat merespon positif,” sambungnya dalam rilis.

Penyelesaian Perkara di Kejaksaan Negeri Rejang Lebong dengan Tersangka yang bernama Paryono Alias Par Bin Alm. Rejo Menawi, dan Pasal yang Disangkakan adalah Pasal 310 Ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Perkara ini juga diajukan untuk penyelesaian keadilan restoratif dengan pertimbangan:

“Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, Tindak pidana dilakukan karena kelalaian, dan upaya perdamaian telah dilaksanakan, selanjutnya Ancaman pidana dapat bukan berupa denda atau penjara lebih dari 5 tahun, dengan Perdamaian antara keluarga korban dan tersangka telah tercapai, kemudian akan hal itu Masyarakat merespon positif,” sambung rilis.

Penyelesaian Perkara di Kejaksaan Negeri Rejang Lebong dengan Tersangka bernama Fabiano Syehyoza Anggara Alias Yoza Bin Darmawan dan Pasal yang Disangkakan: Pasal 351 Ayat (1) KUHP.

Pertimbangan dalam penyelesaian perkara ini adalah:

“Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, Tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda, kemudian Perdamaian antara tersangka dan korban telah dicapai secara musyawarah dan Masyarakat melalui aparat setempat merespon positif,” lanjut rilis.

Penyelesaian Perkara di Kejaksaan Negeri Kepahiang dengan Tersangka Kurniawan Ahli Usman Bin Rigus dan Pasal yang Disangkakan adalah Pasal 351 Ayat (1) KUHP

Perkara ini diajukan untuk penyelesaian melalui keadilan restoratif dengan alasan:

“Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, adapun Tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 5 tahun, dan Tersangka meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, selanjutnya Korban memaafkan tersangka secara sukarela, dan Tersangka dan korban telah berdamai, serta Masyarakat merespon positif,” sambung rilis.

“Penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif ini mencerminkan komitmen Kejaksaan Tinggi Bengkulu untuk memberikan kesempatan kedua bagi pelaku tindak pidana yang telah menunjukkan itikad baik dan mencapai kesepakatan damai dengan korban. Langkah ini diharapkan dapat memberikan keadilan yang lebih berimbang dan mengurangi beban sistem peradilan pidana di Indonesia,” tutup rilis.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *