
Jakarta, 3 Juli 2025 – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menerapkan kebijakan harga satuan nasional untuk elpiji 3 kilogram mulai tahun 2026. Kebijakan ini bertujuan menekan disparitas harga antar daerah sekaligus memperbaiki sistem distribusi subsidi agar lebih tepat sasaran.
Selama ini, harga jual elpiji bersubsidi tersebut berbeda-beda di setiap wilayah, karena mengacu pada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah. Perbedaan tersebut menimbulkan celah penyimpangan harga di tingkat pengecer, bahkan ditemukan harga jual mencapai Rp 50.000 per tabung di beberapa daerah, jauh di atas HET resmi yang berkisar antara Rp 16.000 hingga Rp 19.000.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, menyampaikan bahwa pihaknya tengah menyiapkan revisi sejumlah peraturan presiden (Perpres) sebagai dasar hukum kebijakan ini, termasuk Perpres Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019.
“Kami ingin memastikan masyarakat yang memang berhak mendapatkan subsidi bisa menerima manfaatnya secara merata dan adil. Dengan satu harga, pengawasan distribusi juga akan jauh lebih mudah,” kata Tutuka dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (3/7).
Pertamina Tunggu Penugasan Resmi
PT Pertamina Patra Niaga sebagai pihak yang ditunjuk untuk mendistribusikan elpiji 3 kg menyatakan kesiapan mendukung kebijakan tersebut. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, menyebut pihaknya hanya menunggu penugasan resmi dari pemerintah.
“Dari sisi teknis kami siap. Tapi tentu harus ada aturan resmi sebagai dasar hukum pelaksanaan,” ujarnya.
Kebijakan harga seragam ini mengadopsi prinsip serupa dengan program BBM Satu Harga yang telah diterapkan sejak beberapa tahun lalu, khususnya untuk menjangkau wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Efisiensi Subsidi dan Pengawasan
Diketahui, anggaran subsidi elpiji 3 kg yang digelontorkan negara mencapai lebih dari Rp 80 triliun setiap tahunnya. Namun dalam pelaksanaannya, masih banyak subsidi yang bocor dan tidak tepat sasaran karena lemahnya pengawasan distribusi di lapangan.
Dengan skema harga tunggal, diharapkan subsidi dapat lebih efisien dan langsung menyasar rumah tangga serta pelaku usaha mikro yang benar-benar membutuhkan.
Kementerian ESDM memastikan, proses revisi regulasi dan teknis pelaksanaan akan dilakukan secara bertahap hingga 2026, dengan tetap melibatkan pemerintah daerah dan pelaku distribusi untuk memastikan transisi berjalan mulus.