
media-independen.com – Jakarta, 1 Agustus 2025 – Mulai hari ini, Pemerintah Berlakukan Pajak Emas Batangan melalui Kementerian Keuangan memberlakukan kebijakan pajak baru atas transaksi emas batangan. Pajak ini dikenakan sebesar 0,25 persen, khusus untuk pembelian emas batangan oleh lembaga keuangan tertentu, seperti bullion bank yang memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025 dan menjadi bagian dari upaya pemerintah meningkatkan pengawasan dan potensi penerimaan negara dari sektor logam mulia.
Pajak Emas Fokus pada Lembaga Besar, Bukan Konsumen
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pungutan pajak ini tidak berlaku untuk konsumen umum. Artinya, masyarakat yang membeli emas batangan dari toko resmi atau perhiasan emas tidak dikenai pajak tambahan. Fokus kebijakan ini adalah kepada institusi keuangan besar, khususnya bullion bank, yang selama ini melakukan transaksi emas dalam skala besar.
“Kami tidak memberlakukan pajak pada masyarakat umum. Tujuan kebijakan ini adalah mendorong tata kelola yang lebih baik di level lembaga keuangan besar, bukan membebani pembeli kecil,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/8).
Aturan Gantikan Kebijakan Lama yang Tumpang Tindih
Sebelum kebijakan ini berlaku, pembelian emas batangan, baik dari dalam negeri maupun impor, sering kali dikenai pajak berganda akibat ketidaksesuaian antara PMK sebelumnya. Dengan PMK 51/2025, pemerintah menyederhanakan regulasi dan hanya memberlakukan satu jenis pajak (PPh Pasal 22) sebesar 0,25 persen untuk pembeli tertentu.
Kebijakan ini juga menghapus ketentuan Surat Keterangan Bebas (SKB) yang sebelumnya digunakan oleh importir emas untuk menghindari pemungutan PPh. Dengan demikian, baik emas impor maupun domestik sekarang tunduk pada skema pajak yang seragam.
Lembaga dan Transaksi yang Dikecualikan
Dalam peraturan tersebut, beberapa entitas dikecualikan dari kewajiban membayar PPh Pasal 22, antara lain:
-
Konsumen akhir (perorangan)
-
UMKM dengan PPh final
-
Bank Indonesia
-
Pasar fisik emas digital
-
Bullion bank yang bertindak sebagai pihak penjual
Langkah ini dinilai adil karena membedakan antara kegiatan konsumsi dan transaksi institusional berskala besar.
Dampak terhadap Pasar dan Investor
Bagi investor individu atau kolektor emas, kebijakan ini tidak akan memengaruhi harga beli secara langsung, mengingat mereka tidak termasuk dalam kategori yang dikenakan pajak. Namun, dari sisi pelaku usaha dan lembaga keuangan, pajak ini akan memerlukan penyesuaian administratif dan transparansi lebih tinggi dalam pencatatan transaksi.
Pelaku pasar memperkirakan bahwa kebijakan ini tidak akan mengganggu likuiditas atau minat beli masyarakat terhadap emas. Justru, regulasi baru ini dipandang dapat memperkuat kepercayaan terhadap sektor perdagangan logam mulia di Indonesia.
Upaya Pemerintah Tingkatkan Transparansi dan Penerimaan
Menurut data Kementerian Keuangan, potensi penerimaan negara dari perdagangan emas masih belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah minimnya data transaksi dari lembaga keuangan yang bergerak di bidang emas. Dengan adanya kebijakan baru ini, pemerintah berharap dapat:
-
Meningkatkan penerimaan pajak secara adil
-
Menghindari penghindaran pajak oleh importir atau pedagang besar
-
Menciptakan level playing field antara pelaku usaha emas dalam dan luar negeri
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan integrasi sistem pelaporan transaksi emas melalui Direktorat Jenderal Pajak agar proses pengawasan berjalan secara digital dan efisien.
Respon Pelaku Usaha dan Ekonom
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, menyambut baik langkah ini. Menurut mereka, pendekatan berbasis institusi akan lebih efektif dibanding pemungutan pajak di level konsumen.
“Selama ini celah terbesar ada pada transaksi institusional besar yang tidak tercatat secara jelas. Dengan kebijakan baru ini, potensi tersebut dapat ditangkap tanpa membebani rakyat kecil,” ujar Kepala Riset CORE, dalam wawancara terpisah.
Di sisi lain, asosiasi pengusaha logam mulia meminta agar pemerintah memastikan penerapan kebijakan ini tidak membebani arus distribusi emas atau menciptakan ketidakpastian hukum baru.
Kesimpulan
Mulai 1 Agustus 2025, pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi mengenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas pembelian emas batangan oleh bullion bank berizin. Kebijakan ini tidak berlaku bagi konsumen umum dan pelaku UMKM. Pemerintah menegaskan bahwa langkah ini bertujuan memperkuat tata kelola perdagangan emas dan meningkatkan penerimaan negara tanpa menambah beban masyarakat.
Dengan pendekatan yang lebih terfokus dan regulasi yang disederhanakan, diharapkan sektor logam mulia Indonesia akan menjadi lebih transparan, tertib, dan berkontribusi optimal terhadap pembangunan nasional.