Jakarta – Dugaan penyalahgunaan fasilitas fast track di terminal Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai dibongkar oleh Kejaksaan Tinggi Bali berkat laporan dari masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Bali Putu Agus Eka Sabana P, S.H., M.H, melalui siaran pers kepada awak media, Rabu, 15 November 2023.
“Menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke Kejaksaan Tinggi Bali serta komitmen Pemerintah dalam memberantas praktek-praktek mafia pelabuhan dan Bandar udara, pada hari Selasa tanggal 14 November 2023 jajaran Kejaksaan Tinggi Bali telah melakukan pengecekan langsung ke lapangan di Bandara Udara Internasional Ngurah Rai untuk mengetahui kebenaran informasi ini,” ungkap Putu Bagus Eka.
Berdasarkan hasil pengecekan langsung tersebut, lanjutnya, diperoleh fakta benar ada terjadinya praktek tersebut dengan nominal pungutan mencapai Rp. 100 – 200 Juta per Bulan.
“Dari jumlah tersebut, telah berhasil diamankan uang sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) yang diduga merupakan keuntungan yang tidak sah yang diperoleh dari praktek-praktek tersebut,” sambungnya.
“Saat ini Tim Kejaksaan Tinggi Bali telah mengamankan 5 (lima) orang yang kemudian dibawa ke kantor Kejaksaan Tinggi Bali untuk dimintai keterangan lebih lanjut,” tutup Putu Eka.
Apa Itu Fast Track?
Fast Track merupakan istilah pelayanan prioritas keimigrasian di Bandara Udara Internasional Ngurah Rai dalam rangka mempermudah pemeriksaan keimigrasian masuk
atau keluar wilayah Indonesia bagi kelompok prioritas (Lanjut Usia, Ibu Hamil, Ibu dengan Bayi) dan pekerja Migran Indonesia.
Pelayanan Fast Track tidak dipungut biaya dan tidak masuk dalam daftar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dapat dipungut oleh Direktorat Jenderal Imigrasi.
Tujuan dari Direktorat Jenderal Imigrasi ini adalah dalam rangka memberikan pelayanan prima bagi para pelanggannya, namun dalam prakteknya disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah, yaitu dengan memberikan fasilitas khusus ini kepada mereka yang tidak berhak di tengah kepadatan antrian pemeriksaan keimigrasian masuk atau keluar tanah air.
Yang sangat disayangkan adalah praktek kecurangan ini terjadi di tengah upaya pemerintah dalam mendorong iklim investasi di tanah air, dimana Bandar udara Internasional sebagai etalase tanah air ini, dan praktek tersebut tentu dirasakan dapat merusak citra Indonesia dan sistem pelayanan publik yang berdasarkan prinsip perlakuan dan kesempatan yang adil (equal treatment and opportunity) sebagai pondasi mendasar dalam reformasi birokrasi di tanah air.