
media-independen.com – Perang antara Thailand dan Kamboja menjadi sorotan dunia pada awal abad ke-21, terutama karena konflik bersenjata yang terjadi di sekitar Candi Preah Vihear, sebuah situs warisan dunia UNESCO yang terletak di perbatasan kedua negara.

penyebab utama perang Thailand dan Kamboja berdasarkan fakta sejarah, hukum internasional, serta dinamika politik kedua negara.
1. Sengketa Wilayah di Sekitar Candi Preah Vihear
a. Keputusan Mahkamah Internasional (1962)
Pada tahun 1962, Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag memutuskan bahwa Candi Preah Vihear berada dalam wilayah Kamboja. Namun, wilayah seluas 4,6 km² di sekitar candi tersebut tetap disengketakan, karena peta yang digunakan dalam keputusan dianggap tidak mencerminkan batas wilayah yang sebenarnya menurut Thailand.
b. Peta Kolonial vs Klaim Nasional
Kamboja mendasarkan klaimnya pada peta yang dibuat oleh pemerintah kolonial Prancis (yang saat itu menguasai Indochina), sementara Thailand menilai bahwa peta itu bertentangan dengan perjanjian perbatasan resmi tahun 1907 antara Siam (Thailand) dan Prancis.
2. Ketegangan Meningkat Setelah Penetapan UNESCO (2008)
Pada Juli 2008, UNESCO menetapkan Candi Preah Vihear sebagai Situs Warisan Dunia atas permintaan Kamboja. Langkah ini disambut dengan kemarahan dari pihak Thailand, yang menilai bahwa pengakuan tersebut mengabaikan status wilayah yang masih disengketakan.
Akibatnya, terjadi mobilisasi militer di sepanjang perbatasan, yang memicu bentrokan bersenjata pertama pada Oktober 2008.
3. Bentrok Militer dan Eskalasi Konflik (2008–2011)
Konflik bersenjata terus berlanjut secara sporadis selama tiga tahun, dengan insiden besar terjadi pada:
-
Oktober 2008
-
April 2009
-
April 2010
-
Februari 2011 – bentrokan paling parah, menewaskan puluhan tentara dan warga sipil, serta memaksa ribuan orang mengungsi.
Artileri berat, tembakan roket, dan ranjau darat digunakan dalam pertempuran. Kedua negara saling menuduh sebagai pihak yang memulai serangan.
4. Faktor Politik Dalam Negeri
Konflik ini juga dipengaruhi oleh dinamika politik dalam negeri, terutama di Thailand:
-
Pemerintahan Thailand saat itu berada dalam krisis politik antara kelompok Kaus Merah dan Kaus Kuning, yang memperdebatkan isu nasionalisme dan kebijakan luar negeri.
-
Isu kedaulatan atas Preah Vihear dimanfaatkan oleh kelompok ultra-nasionalis Thailand untuk menekan pemerintah.
Sementara itu, Pemerintah Kamboja di bawah Perdana Menteri Hun Sen memanfaatkan isu ini untuk memperkuat citra nasionalis dan stabilitas kekuasaannya.
5. Kurangnya Mekanisme Penyelesaian Konflik yang Efektif
Kedua negara belum menyepakati batas wilayah secara teknis berdasarkan survei modern. Perbatasan yang didasarkan pada peta lama kolonial masih menjadi sumber ketidaksepakatan. Meskipun ASEAN dan PBB beberapa kali berupaya menjadi mediator, dialog bilateral sering gagal akibat ketidakpercayaan politik.
6. Putusan Mahkamah Internasional 2013
Untuk mengakhiri sengketa, Kamboja kembali mengajukan perkara ke ICJ pada tahun 2011. Pada 11 November 2013, Mahkamah Internasional menyatakan bahwa wilayah sekitar candi (termasuk area yang disengketakan) adalah milik Kamboja, dan memerintahkan pasukan Thailand untuk mundur dari area tersebut.
Sejak saat itu, ketegangan mulai mereda, meskipun persoalan batas wilayah belum sepenuhnya tuntas.
Peran ASEAN dan Upaya Mediasi Regional
Sebagai sesama anggota ASEAN, baik Thailand maupun Kamboja sempat mendapat tekanan dari negara-negara anggota lainnya untuk menahan diri. ASEAN, di bawah kepemimpinan Indonesia saat itu (sebagai ketua), mencoba menjadi penengah:
-
Pertemuan darurat ASEAN dilakukan beberapa kali antara 2010–2011.
-
Usulan ASEAN untuk mengirim tim pengamat (observer mission) ke zona demiliterisasi sempat ditolak oleh Thailand.
-
Kamboja lebih terbuka terhadap intervensi ASEAN dan bahkan meminta bantuan dari PBB ketika situasi memanas.
Namun, karena prinsip non-intervensi dalam ASEAN, efektivitas mediasi tetap terbatas.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Konflik ini tidak hanya menimbulkan kerugian militer, tetapi juga:
-
Ribuan warga sipil mengungsi, terutama dari Provinsi Sisaket (Thailand) dan Provinsi Preah Vihear (Kamboja).
-
Sekolah, pasar, dan rumah rusak akibat tembakan artileri.
-
Pariwisata di kawasan perbatasan menurun drastis, padahal Candi Preah Vihear merupakan destinasi wisata budaya utama.
-
Ketegangan ekonomi lokal muncul karena jalur perdagangan lintas batas terganggu.
Penyebab perang Thailand dan Kamboja sangat kompleks, melibatkan sengketa wilayah, nasionalisme politik, serta ketegangan militer. Meski kini situasi relatif damai, solusi jangka panjang masih bergantung pada kerja sama diplomatik dan penyelesaian hukum internasional.