Oleh : Syaiful Anwar.AB**
Bengkulu – Penetapan calon Presiden telah usai, masa kampanyepun sedang berlangsung. Sebagai pemimpin Baru merupakan anugerah Allah kepada masyarakat Indonesia. Perjalanan panjang yang ditempuh tiga kandidat cukup melelahkan, baik moril maupun materil.
Apapun yang terjadi bahwa ketiga kandidat telah sah sebagai pemimpin Indonesia. Lalu apa yang harus dilakukan setelah dilantik nanti? Tentu harus melihat kembali visi dan misi saat pencalonan, kemudian melihat visi dan misi yang telah disusun sebelumnya.
Setelah melihat visi dan misi, maka yang harus dilakukan adalah sinkronisasi dengan visi dan misi saat pencalonan, dan diambil benang merahnya untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang ada bangsa ini.
Beberapa waktu yang lalu berbagai media nasional, lokal menayangkan berbagai kondisi yang harus dihadapi oleh tiga kandidat yaitu angka kemiskinan yang tinggi di Indonesia yaitu pada angka 9,36 pada kondisi Maret 2023, dari sisi jumlah masih lebih kurang 25 jutaan penduduk Indonesia masih miskin, serta pemerataan pembangunan masih dirasakan timpang antara jawa dan luar pulau jawa.
Angka ini memberi tanda yang berarti bagi pemimpin baru, segala daya dan upaya seharusnya ditumpahkan untuk mengatasi hal ini.
Konsep kerja harus berubah, dari seperti biasanya ke konsep kerja yang luar biasa. Artinya, kalau pemerintahan yang lalu menunggu bola, maka pemimpin baru harus jemput bola, agar tidak ketinggalan terus dari belahan bumi lain.
Soal lain, dari lansiran berita di media juga dikatakan bahwa penyebab kemiskinan adalah buruknya infrastruktur di Indonesia yang menyebabkan beberapa daerah tidak diminati oleh para investor.
Terus, ada hal yang menjadi kendala adalah kerusakan lingkungan semakin meluas, kemudian alih fungsi lahan juga terus terjadi.
Dapat dibayangkan daerah-daerah yang merupakan daerah penyangga, benteng perubahan iklim menjadi rusak, dan ini merupakan penyebab para investor tidak tertarik untuk berinvestasi, dengan demikian dapat disimpulkan daya tarik investasi ini di Propinsi Indonesia harus dibenahi.
Pertanyaan lanjutan, apa yang menyebabkan daya tarik rendah? Pertama, tingkat pelayanan masih sangat rendah, walaupun sudah ada badan perizinan terpadu; Kedua, birokrasi masih dirasakan berbelit-belit; ketiga, infrastruktur (jalan, jembatan dan enegi) masih belum mendukung investasi; keempat, kualitas sumberdaya manusia di Propinsi Indonesia masih sangat rendah, terutama tenaga terampil; Kelima, birokrasi terlalu tinggi, walaupun kantor pelayanan terpadu sudah ada; Keenam, keberpihakan pada para investor memang kurang.
Lalu, jika hal tersebut yang menjadi persoalan bagaimana jalan keluarnya? paling tidak pemerintahan baru harus meningkatkan pelayanan prima, tidak bekerja seperti biasa, dan harus berubah.
Memperbaiki kinerja birokrasi, yang selama ini mungkin menunggu sekarang harus jemput bola. Suka tidak suka infrastruktur harus diperbaiki, jangan ada keluhan dari para investor, bahwa infrastruktur tidak mendukung.
Tingkatkan terus kualitas sumberdaya manusia, tetapi kuncinya adalah rekrutmen pegawai harus baik.
Bila investasi terjadi, banyak hal yang dapat diselesaikan. Misal tumbuhnya lapangan kerja, jika orang bekerja mereka dapat upah, mereka mempunyai upah atau gaji maka daya belinya akan meningkat dan seterusnya. Daya beli yang kuat akan mendorong terciptanya transaksi yang normal, ekonomi menjadi hidup dan bergairah.
Untuk mewujudkan iklim investasi yang bergairah, tidak ada jalan lain adalah harus tercipta sinergi dari berbagai kalangan. Tidak ada lagi kepala daerah atau bupati dan walikota tidak bersinergi. Artinya, Antara bupati walikota tidak boleh terjadi saling lempar tanggung jawab dari seluruh struktur pemerintahan. Tidak boleh ada lagi kepala daerah yang tidak bersinergi.
Tentu dengan menganut serta implementasi konsep pemerintahan yang baik, maka sinergi itu akan tercapai. Konsep pemerintahan yang baik adalah respon terhadap masalah yang timbul dari berbagai tingkatan pemerintahan, dapat dipertanggungjawabkan seluruh kegiatan dari seluruh tingkatan pemerintahan, selalu meningkatkan kemampuan dari segala bidang dengan konsep berkelanjutan, serta mengembangkan keterbukaan dan demokratisasi.
Dimasa depan, tidak boleh adalagi daerah yang merasa menjadi raja-raja kecil. Dengan demikian, daerah ini bekerja secara terpadu dengan pendekatan pemecahan masalah secara bersama.Ibarat pepatah lama “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” seiyo sekato dan “serasan seijoan”.
Bila konsep ini dapat diterapkan, luka lama maupun luka baru, pertikaian saat kampanye maupun setelah pemungutan suara hendaknya dihilangkan, lalu kemudian bahasanya berubah menjadi pemimpinmu, pemimpin ku dan akhirnya pemimpin kita!, yang ada adalah maju bersama mewujudkan cita-cita pendirian Republik ini.
Dapatkah kita melihat dan merasakan kiprah para pemimpin baru kita di masa depan, paling tidak lima tahun ke depan. Siapapun dia jika mempunyai integritas untuk negeri ini, tetap rakyat mendukung. Jangan ada kegaduhan, jangan ada sentimen kedaerahan yang sempit, mari dibuka lebar-lebar pintu uhwah sesama anak bangsa, terutama bagi Republik ini, mari kita bangun Bhineka Tunggal Ika.
Moment PilPres, Pilleg serentak tahun 2024 merupakan momentum yang berharga bagi negeri ini. Alhamdulillah krisis keamanan dan sara dapat kita hindari, hal ini menunjukkan bahwa anak negeri ini telah naik kelas, sehingga krisis kemanan dan krisis sosial menjadi tidak berarti di Republik yang kita cintai ini.
Mari kita bergandeng tangan membangun negeri, melalui pembangunan Indonesia atau yang sedang populer adalah membangun dari pinggir! Wallahualam bissawap. Amin.
Penulis merupakan Dosen Universitas Hazairin, SH