Proses Sejarah Kerajaan Sillebar Benkoelen

Yang diringkas dari berbagai sumber Oleh : Rolly Gunawan, S.Sos.I., M.H.I*

Di wilayah Bangkahulu, atau Benkolen, Bengkulu, tidak terlepas dari proses beragam kerajaan-kerajaan yang sudah ada berdiri sesuai masanya, kerajaan tertua di Bengkulu yakni Kerajaan Sungai Serut yang dikepalai seorang raja bergelar Ratu Agung dilanjutkan anaknya Raja Anak Dalam, kemudian muncul pula Kerajaan Sungai Lemau yang masih dilanjutkan keturunan beliau yakni Putri Gading Cempaka, kemudian dilanjutkan para keturunannya melestarikan kerajaan tersebut.

Selanjutnya ada berdiri juga Kerajaan Sungai Itam dan Kerajaan Sillebar atau selebar dan Jenggalu, baiknya kita kupas perjalanan sejarah dalam ranah kerajaan Selebar ini.

Pada masa Rangga Janu (seorang dari Majapahit yang berhasil menduduki tahta kerajaan).
Pusat dan kedudukan pemerintahan di pindah ke bandar selebar yang letaknya sangat strategis dan menguntungkan. Selain itu dipilihnya tempat tersebut cenderung lebih aman dari gelombang ganas samudera hindia. Sejak saat itu berdirilah sebuah kerajaan yang dikenal sebagai kerajaan Selebar, dengan rajanya Rangga Janu yang bergelar Depati Payung Negara. Peristiwa tersebut terjadi sekitar tahun 1565. Kerajaan Selebar menjalin hubungan yang baik dengan kerajaan-kerajaan tetangga. Salah satunya adalah Kesultanan Banten. Hubungan tersebut tak hanya sekedar hubungan baik tetapi lebih pada hubungan diplomatik dan perdagangan. Pada tahun 1668, Depati Bangsa Radin putra Depati Payung Negara berkunjung ke Banten menghadap Sultan Ageng Tirtayasa memohon perlindungan dan meminta bantuan beberapa serdadu untuk mengatur kerajaannya.

Letaknya yang strategis membuat Inggris melirik dan berniat untuk menjalin kerjasama dengan Kerajaan Selebar. Inggris pertama kali menginjak kakinya pada 24 Juni 1687 di kerajaan Sungai Lemau. Kedatangan inggris disambut baik dan menjalin hubungan kerjasama dengan kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah bengkulu. Hanya dengan kerajaan Selebar yang belum terjadi kerjasama. Pada 16 Agustus 1695 Inggris mengadakan perjanjian dagang dengan raja Depati Bangsa Radin yang bergelar Pangeran Nata Dirja I dari kerajaan Selebar dan Charles Barwell Esq selaku Deputy Governour dari pihak Inggris. Perjanjian tersebut saling menguntungkan kedua belah pihak. Pangeran Natadirja I dengan nama lain Pangeran Ingallo memberikan hak monopoli perdagangan lada di daerah kerajaan Selebar dan penguasaan bandar Selebar, seluas dua mil yang dapat dipergunakan untuk gudang penyimpanan barang dagang dll.

Sebagai imbalannya, Pangeran Nata Dirja I mendapat bayaran 10 dolar bagi setiap lahar lada yang diserahkannya, ditambah 1 dolar sebagai cukai untuk pangeran pribadi dan 400 dolar setahun sebagai jasa baiknya. Pemberian ini hanyalah hadiah istimewa untuk jasanya menjual lada sebanyak mungkin kepada inggris saja. Selanjutnya kedua belah pihak akan saling membantu bila terjadi serangan dari luar dan pemberontakan dari dalam kerajaan. Pada malam 4 November 1710, wakil gubernur inggris Anthony Ettricke mengundang Pangeran Natadirja I untuk membicarakan tentang hasil lada di daerah Selebar. Setibanya Pangeran Nata Dirja I di benteng Fort York, beliau ditangkap dan dibunuh sedangkan saudaranya yang ikut ditangkap dan dimasukan ke penjara Fort york.

Peristiwa ini terjadi disebabkan oleh Pangeran Natadirja I masih bersikap baik terhadap Belanda dengan menjual hasil lada. Hal ini dianggap bahwa Pangeran Nata Dirja I mengingkari perjanjian kerjasama yang telah dibuat sebelumnya. Keluarga kerajaan yang tidak tertangkap diusir dan dipaksa meninggalkan kerajaan. Kekosongan pemerintahan dalam kerajaan Selebar membuat inggris menunjuk Pangeran Intan Ali sebagai raja Selebar. Penunjukan ini membuat suasana kerukunan dikalangan kerabat raja terganggu sehingga menimbulkan kemarahan dan kebencian diantaranya. Dibawah pemerintahan Pangeran Intan Ali, inggris semakin berani dan leluasa mencampuri urusan pemerintahan. Pangeran Intan Ali dijadikan boneka oleh inggris.

Rakyat kerajaan Selebar dimanfaatkan menjadi budak dan kerja paksa. Kerjasama yang selama ini kondusif menjadi tercoreng, memanas dan meruncing. Inggris mulai menanamkan kolonialisme terhadap kerajaan Selebar dan kerajaan lainya yang ada di Bengkulu. Pangeran Nata Dirja II anak Depati Bangsa Radin atau Pangeran Nata Dirja I yang diusir dari kerajaan ke pedalaman Bengkulu secara diam-diam menghimpun kekuatan. Pangeran Nata Dirja II meminta bantuan dan bekerja sama dengan Pangeran Mangku Alam dari kerajaan Sungai Itam dan para pengikut ulama besar Said Ibrahim dari pegunungan. Pada tahun 1712 dibawah pimpinan Pangeran Nata Dirja II rakyat Bengkulu dari berbagai kerajaan mulai melakukan aksi teror dan perlawanan terhadap Inggris.

Aksi ini dipicu oleh perlakuan pihak inggris yang tidak manusiawi dan biadab dalam perdagangan terhadap raja-raja, kepala masyarakat hukum adat dan rakyat. Puncak kebencian terhadap inggris terjadi pada 23 Maret 1719 di bawah kepemimpinan Pangeran Nata Dirja II, Pangeran Mangku Raja dari Kerajaan Sungai Lemau, Pangeran Intan Ali dari Kerajaan Selebar, Pangeran Sungai itam dan Said Ibrahim ulama yang sangat besar pengaruhnya dalam masyarakat pegunungan melakukan perlawanan terhadap inggris. Bersama dengan rakyat mereka menyerang benteng Marlborough yang baru selesai di bangun sebagai markas Inggris.

Sebagian benteng tersebut dibakar oleh rakyat. Pihak inggris yang kocar kacir, meninggalkan benteng dan pergi menggunakan kapal-kapal mereka. Pertempuran ini sudah lama dipersiapkan oleh Pangeran Nata Dirja II. Ia sangat dendam terhadap inggris yang telah membunuh ayahnya, Pangeran Nata Dirja I atau Depati Bangsa Radin atau Pangeran ingallo. Selain itu, Pangeran Nata Dirja II juga ingin membebaskan rakyat bengkulu dari kolonialisasi yang telah membuat rakyat menderita khususnya Kerajaan Selebar. Dalam perkembangan selanjutnya Pangeran Nata Dirja II diangkat menjadi raja Selebar yang secara adat berhak menggantikan ayahnya. Namun meski berhasil mengalahkan Inggris, pihak Inggris kembali berusaha berkuasa di masa Stamford Raffles. Hingga pada akhirnya setelah Pemerintahan Stamford Raffles, Bengkulu diserahkan kepada Belanda.

* Penulis merupakan budayawan Bengkulu yang menjabat sebagai Kasi Bimas Kandepag Kota Bengkulu

Referensi :

• Herianto penulis peperangan sillebar
• Ahmad Ramadani JP. Peristiwa 1719: Perlawanan Rakyat Bengkulu terhadap Pemerintah Inggris dalam jurnal mahasiswa prodi ilmu sejarah vol. 4 No I tahun 2019 universitas Negeri Yogyakarta.
• Nata Dirja II in english colonials in Bengkulu (1710-1719) dalam jurnal Jom FKIP-UK Vol. 6 edisi 1 Januari-juni 2019 Universitas Riau.
• Setiyanto, Agus.2001 Elit Pribumi Bengkulu Perspektif Sejarah Abad Ke-19. Jakarta: Balai Pustaka.

————————————-

• Akses semua situs Historical Meaning :
linktr.ee/HistoricalMeaning

• Instagram Historical Meaning :
Instagram.com/Historical

• Forum Diskusi Historical Meaning :
https://chat.whatsapp.com/GHmsabz6nBjAWAOZCBqNju

• Dukung Historical Meaning : https://saweria.co/historicalmeaning

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *