Bengkulu, Media Independen – Polemik PKPU Nomor 8 tahun 2024 masih berlangsung, khususnya pada pasal 19 poin e yang menegaskan bahwa masa jabatan Kepala Daerah dihitung sejak pelantikan, yang selalu dibahas karena berkaitan dengan bisa atau tidaknya Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah untuk kembali maju pada Pilgub 2024 mendatang.
Mencuatnya masa jabatan kepala daerah ini muncul setelah Bupati Kutai Kartanegara mencoba melakukan uji materi di MK, untuk memastikan apakah dirinya, masih dapat maju kembali di pilkada 2024, dan terbitlah putusan MK nomor 2 tahun/PUU-XXI/2023, dan yang menjadi isu hangat saat ini adalah kedudukan Bupati Kutai Kartanegara tersebut sama dengan kedudukan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah saat ini.
Kasus yang dialami Pak Rohidin Mersyah (Gubernur Bengkulu) sama persis dengan kasus yang dialami Pak Edi Damansyah (Bupati Kutai Kartanegara) sama-sama naik karena kepala daerah tertangkap KPK dan sama-sama menduduki jabatan Plt dan kasus Pak Edi Damansyah sesuai keputusan MK No.2/PUU-XXI/2023, tanggal 28 Februari 2023, yang amar putusannya menolak Pak Edi Damansyah untuk bisa mencalon kembali karena telah menjabat lebih dari setengah masa jabatan 2,5 (yaitu gabungan masa jabatan plt dan definitif), sesuai keputusan MK terlampir.
Bagian dari Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023, menjelaskan bahwa varian pejabat sementara dapat dilihat perbedaan mendasarnya berdasarkan keadaan-keadaan hukum yang melingkupinya. Secara sederhana pejabat sementara terbagi menjadi 4, sebagai berikut:
a. Plt (Wakil Gubernur) hadir karena pejabat definitif sedang berhalangan sementara atau diberhentikan sementara.
b. Plh (Sekretaris Daerah) hadir karena kepala daerah dan wakil kepala daerah sedang berhalangan/diberhentikan sementara.
c. Pjs (dari ASN yang ditetapkan oleh Gubernur/Menteri) hadir karena kepala daerah dan wakil kepala daerah sedang menjalani cuti kampanye di luar tanggungan negara.
d. Pj (dari ASN yang ditetapkan oleh Gubernur/Menteri) hadir karena pada jabatan tersebut sedang lowong, sampai terpilihnya pejabat definitif;
Pelaksana Tugas (PLT) merupakan Wakil Kepala Daerah yang diangkat oleh Mendagri atau Presiden karena Pejabat Definitif berhalangan sementara atau Diberhentikan sementara (UU Pemda Pasal 65 ayat (4) yang berbunyi, “Dalam hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan
wewenang kepala daerah”, juncto Pasal 86 ayat (1) yang berbunyi, “Apabila kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1), wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewenangan kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”).
Masa jabatan Pelaksana Tugas adalah sampai pejabat definitif kembali dalam jabatannya (Sementara), adapun pengukuhan dan Pelantikan PLT dilakukan oleh Gubernur atau Menteri dan tidak diparipurnakan di DPRD.
Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023 kemudian diperkuat dengan surat Mahkamah Konstitusi nomor 2094/HK.07/06/2024 tentang Masa Jabatan Kepala Daerah yang ditujukan kepada Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri yang menjelaskan bahwa :
Menindaklanjuti Surat Direktur Jenderal Otonomi Daerah Nomor 100.2.1.3/3885/OTDA bertanggal 23 Mei 2024, yang pada pokoknya mohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penjelasan perihal ketentuan masa jabatan yang dijalani kepala daerah, berdasarkan putusan Nomor 67/PUU-XVIII/2020 dan 22/PUU-VII/2009, menindaklanjuti keputusan Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim Konstitusi, Ketua Mahkamah Konstitusi berkenan menyampaikan arahan sebagai berikut:
a. Pasal 24C Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 10 Undang-Undang 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Sebagaimana telah D diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang perubahan Ketiga Atas Undang-undang 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, memberikan kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi RI antara lain mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
b. Sehubungan pokok surat terkait ketentuan masa jabatan kepala daerah, Mahkamah Konstitusi telah menjatuhkan putusan dalam Perkara Nomor 22/PUU-VII/2009, dengan amar antara lain menyatakan “bahwa masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan”. Perihal pemaknaan masa jabatan dimaksud, lebih lanjut pertimbangan hukum putusan Nomor 2/PUU-XXI/2023, Paragraf [3.13.3] menyatakan “.., kata “menjabat” adalah masa jabatan yang dihitung satu periode, yaitu masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari masa jabatan kepala daerah. Oleh karena itu, melalui putusan a quo Mahkamah perlu menegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan “masa jabatan yang telah dijalani” tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara.
Berkenaan hal dimaksud, Putusan Mahkamah Konstitusi telah jelas sehingga tidak memerlukan pemaknaan lebih lanjut. Oleh karena itu, terhadap permohonan agar Mahkamah Konstitusi memberikan fatwa tidak dapat dipenuhi.
Menanggapi hal tesebut, Ketua DPW Peradi Utama Provinsi Bengkulu, Adv. R. Dini Hasanah mengatakan bahwa sejak putusan MK tersebut diterbitkan sudah sangat jelas bahwa Gubernur Bengkulu rohidin mersyah tidak dapat di calonkan kembali sebagai calon gubernur provinsi Bengkulu pada Pilgub 2024.
“Semoga pak Gubernur Bengkulu bisa menerimanya dengan lapang dada, dan menyingkirkan prasangka negatif bahwa ada pihak-pihak yang ingin menjatuhkan, karena yang terjadi adalah sebuah kenyataan dan itu fakta dari sebuah aturan. Negara kita ini negara hukum dan kita wajib menaati dan menghormati putusan tersebut, dan putusan MK bersifat final dan mengikat,” ujar Dini, Sabtu, 17 Agustus 2024.