Bengkulu, Media Independen – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah serentak pada tanggal 27 November 2024, negara melalui skema undang-undang telah mengatur bahwa Aparatur Sipil Negara atau sebutan lain untuk tidak berpolitik praktis yang dapat melanggar kode etik dan netralitas.
Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang bekerja di lingkungan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.
Tugas pokok ASN adalah:
Melaksanakan kebijakan publik yang ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian; Memberikan pelayanan publik yang berkualitas dan profesional; Menjaga netralitas dan profesionalisme ASN; Memperkuat integritas dan akuntabilitas ASN; Meningkatkan kapasitas dan kompetensi ASN.
Berdasarkan tugas pokok ASN tersebut, dapat disimpulkan bahwa selain dituntut profesionalisme dan akuntabilitas, ASN juga dituntut netralitas. Netralitas dalam konteks pilkada merupakan isu penting dalam penyelenggaraan pilkada tahun 2024 mendatang. Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam konteks partisipasi politik dan dukungan terhadap Pilkada serentak tahun 2024 menjadi sangat rentan terjadi, terutama jika ada calon kontestan yang merupakan calon petahana (masih menjabat kepala daerah). Netralitas ASN masih dianggap sebagai faktor keberhasilan dalam pemilihan yang berkualitas, transparan, dan berintegritas.
Pelanggaran yang dilakukan atau netralitas ASN disebabkan oleh lemahnya tingkat literasi terhadap sanksi terhadap pelanggaran netralitas dan masih lemahnya proses penegakan hukum (sanksi) yang kurang optimal dilakukan. Meskipun telah diatur bagaimana pemberian sanksi bagi ASN dalam melanggar netralitas selama Pemilu tahun 2024. BAKN telah merilis Jenis dan Pelanggaran dan Sanksi Netralitas ASN Selama Pemilu 2024, Nomor: 001/RILIS/BKN/II/2024 tertanggal 02 Februari 2024, berikut ada beberapa sanksi yang dapat diberikan kepada ASN melanggar netralitas dalam Pilkada 2024, yaitu :
1. Pelanggaran disiplin :
Pemotongan Tukin sebesar 25 % selama 6 bulan/9 bulan/12 bulan; Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan; Pembebasan jabatan selama 12 bulan; Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sesuai dengan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan PP No. 49 2018 tentang Manajemen PPPK.
2. Pelanggaran Kode Etik :
Sanksi moral pernyataan secara terbuka; Sanksi moral pernyataan secara tertutup sesuai dengan PP No. 42 tahun 2024 tentang Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.
3. Pelaporan dan Penegakan Sanksi :
Dugaan pelanggaran netralitas ASN berasal dari laporan masyarakat yang disampaikan melalui kanal informasi dan pengaduan pemerintah seperti media sosial dan LAPOR; Setiap laporan dugaan pelanggaran diproses oleh Satuan Tugas Netralitas ASN yang melibatkan beberapa institusi seperti BKN, Kementerian PAN RB, Kementerian Dalam Negeri, Bawaslu, dan KASN. Peran masing-masing institusi diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada.
Dengan diberlakukannya aturan tersebut, diharapkan ASN dapat bersikap netral selama proses pilkada dan berkontribusi dalam mewujudkan proses demokrasi yang adil, jujur, dan transparan dalam Pilkada 2024. Oleh karena itu, jika masih ada ASN yang mencoba untuk tidak netral, mereka dapat dikenakan sanksi dan masyarakat dapat berpartisipasi dan menyukseskan pilkada 2024 ini dengan ikut mengawasi ASN yang nakal yang memihak kepada salah satu kontestan pemilihan dengan melaporkan pelanggaran tersebut seperti yang telah dijelaskan di atas. Demikian.
Oleh sebab itu, ASN, PNS, dan P3K apapun jabatannya tidak boleh terlibat dalam politik praktis.
Karena ASN itu PNS dan PPPK, seperti uraian diatas, semua dapat dilaporkan oleh masyarakat, begitu juga KASN dapat memberikan tindakan sebagai langkah menciptakan ASN netral dalam pemilu, sesuai apa yang dilaporkan oleh masyarakat.
Penulis: Harius Eko Saputra, M.Si
Dosen Prodi Administrasi Publik Universitas Dehasen