Tim Hukum Helmi-Mian Keliru Fatal Soal Putusan Mahkamah Konstitusi

Jakarta, Media Independen – Pasca pembacaan amar putusan MK yang menolak gugatan paslon 01 Helmi-Mian, tim hukum RoMer yang diketuai Aizan Dahlan, merumuskan dengan singkat hasil putusan MK.

“Yang pertama Putusan MK itu menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, karena ditolak ya cari dalil lagi, ya akan begitu seterusnya,” ujar Jecky Haryanto, anggota Tim Hukum RoMer, Kamis, 14 November 2024.

Kedua, lanjutnya, dalam putusan MK tesebut tidak ada penegasan PLT itu dihitung sebagai masa jabatan, dan coba dicermati lagi biar jangan fatal dan keliru.

Yang ketiga muncul lagi tafsir baru dari TIM Hukum helmi-mian yang bertujuan agar tetap pada polemik, padahal dari argumentasi mereka mereka lupa pertimbangan putusan yg lain seperti pada halaman 68 :

“Berkenaan dengan hal di atas, Pasal 173 ayat (1) UU 10/2016
sebagaimana pertimbangan di atas telah tegas menyatakan bahwa wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota menggantikan gubernur, bupati, dan walikota, dalam hal gubernur, bupati, dan walikota berhenti karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau c. diberhentikan. ….”

“Dari pertimbangan ini sangat jelas terlihat, dihitung itu sejak kepala daerah yang berhalangan itu berhenti/ diberhentikan,
Gubernur Ridwan Mukti itu berhenti kapan? ya sejak putusan perkara pidana nya inkract dan ada SK Presidennya untuk pemberhentian itu, sangat jelas ini,” jelas Jecky.

SK pemberhentian Gubernur Ridwan Mukti melalui Keputusan Presiden Nomor : 201/ P Tahun 2018, tentang Pengesahan Pemberhentian Gubernur Bengkulu Masa Jabatan Tahun 2016-2021 dan Penunjukan Pelaksana Tugas Gubernur Bengkulu Masa Jabatan Tahun 2016-2021, tanggal 29 Oktober 2018.

Nah jelaskan Gubernur Ridwan Mukti diberhentikan dan ditunjuk pelaksana Tugas pada tanggal 29 Oktober 2018.

29 Oktober 2018 – 12 Feb 2021 = 2 Tahun 4 Bulan (belum sampai dua setengah tahun), berarti periode ini belum dihitung.

“Untuk itu mau dihitung sejak Gubernur Ridwan mukti berhenti atau sejak penunjukan, ya sama saja belum dihitung 1 periode,” tegas Jecky.

Sebelumnya, Tim Hukum Helmi-Mian mengatakan bahwa ada poin penting yang disampaikan hakim MK, tentang batalnya pasal 19e PKPU Nomor 8 tahun 2024 akibat dari putusan MK.

“Ada dua pesan penting yang disampaikan Hakim MK dalam persidangan tadi, yang pertama perhitungan masa jabatan kepala daerah atau pejabat kepala daerah berdasarkan jabatan ril nyata dan faktual, bukan dihitung sejak pelantikan, dengan demikian konsekuensi hukumnya PKPU 8 tahun 2024, khususnya pasal 19e yang dijadikan KPU untuk meloloskan orang-orang supaya dapat mencalonkan diri yang sudah tiga periode, itu menjadi batal,” ujar Agustam.

Pasal 19e PKPU 8, sambungnya, yang menghitung masa jabatan sejak pelantikan itu menjadi batal dengan putusan tadi, yang kedua orang-orang yang telah diloloskan akibat pasal yang sudah dibatalkan oleh MK, juga konsekuensinya menjadi batal.

“Berapapun perolehan suara mereka nanti di pilkada mau 100% pun mereka tidak akan dilantik, dan akan dibatalkan oleh MK,” tutup Agustam.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *